Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta membuat langkah yang sangat mengejutkan: menggunakan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang seharusnya diperuntukkan bagi penanggulangan bencana, untuk menutupi tunggakan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) sebesar Rp19,7 miliar kepada desa-desa.
Rencana tersebut menuai kecaman keras. Rizky Widya Tama, seorang aktivis dari Lembaga Kajian Kebijakan Publik Analitika Purwakarta, menggambarkan langkah ini sebagai indikasi nyata “stres fiskal” yang tengah melanda Pemkab Purwakarta.
“Itu tanda Pemkab sedang ‘panic mode’. BTT itu untuk keadaan darurat. Ini bukan darurat karena utang DBHP itu masalah lama. Kenapa dibayar seperti seolah bencana?” ujar Rizky kepada awak media, Rabu, 5 November 2025.
Menurut Rizky, DBHP adalah kewajiban yang sudah jelas dan teridentifikasi. Dalam tata kelola keuangan yang baik, seharusnya DBHP dibukukan melalui Belanja Langsung, bukan melalui BTT. Belanja Langsung adalah belanja yang terkait dengan program atau kegiatan yang memiliki penerima, output, regulasi, serta akun belanja yang jelas, seperti belanja bantuan keuangan kepada desa.
“Ini bukan kejadian yang tidak terduga. Penerimanya jelas: desa-desa. Angkanya jelas: Rp19,7 miliar. Maka secara norma, harus masuk kegiatan, lalu dibayar melalui Belanja Langsung. Kalau BTT itu untuk kejadian eksesif yang nggak bisa diprediksi. Bencana, gawat darurat, force majeure. Ini bukan,” tegasnya.
Isu pembayaran ini mencuat dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Purwakarta saat membahas RAPBD. Sejumlah anggota dewan meminta penjelasan mengenai dasar hukum penggunaan BTT, serta potensi risiko menjadi temuan baru oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jika mekanisme klasifikasinya menyimpang dari Standar Akuntansi Pemerintah.
Rizky menambahkan bahwa utang DBHP yang berasal dari temuan audit tahun 2016-2018 memang harus diselesaikan. Namun, penyelesaiannya harus mengikuti kaidah keuangan daerah yang berlaku.
“Kalau mau bayar, bayar yang benar. Jangan gunakan ruang darurat untuk menutup lubang kesalahan masa lalu. Itu justru memperbesar persoalan,” ujarnya.
Hingga berita ini ditayangkan, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) maupun Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Purwakarta belum memberikan keterangan resmi terkait dasar hukum penggunaan BTT untuk pembayaran DBHP.








