Kenaikan PBB di Purwakarta, Warga Ngadu ke Legislatif

Kolase SPPT/Net.

Kenaikan PBB Purwakarta 2025 memicu protes dari sejumlah warga di Kecamatan Wanayasa dan sekitarnya. Mereka mendatangi anggota DPRD Kabupaten Purwakarta dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hilmi Sirojul Fuadi, untuk menyampaikan keberatan sekaligus meminta DPRD memanggil eksekutif guna menjelaskan dasar perubahan tarif tersebur.

“Ada beberapa warga yang mengadukan kenaikan pajak. Tapi alhamdulillah, bupati harus bersyukur karena beruntung punya masyarakat yang sangat sabar dan tahan banting, meski jangan juga jadi semena-mena. Pajak itu memang wajib, tetapi kenaikannya harus rasional dan sesuai kemampuan rakyat,” ujarnya, kepada awak media, Kamis, 14 Agustus 2025.

Sementara  data dari enam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diperoleh awak media menunjukkan kenaikan PBB Purwakarta 2025 dipicu oleh penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan penerapan tarif baru 0,15%.

Contohnya, di Desa Nagrog, PBB terutang yang pada 2024 sebesar Rp170.970 melonjak menjadi Rp417.000 pada 2025. Kenaikan sebesar Rp246.030 ini setara dengan 144%.

Kenaikan ekstrem terlihat di Desa Cibuntu. Pada 2022, PBB terutang hanya Rp4.943, namun pada 2025 menjadi Rp40.890. Lonjakan Rp35.947 ini berarti ada kenaikan sekitar 727% dalam tiga tahun. Sementara itu, di Desa Gardu, kenaikan terhitung lebih moderat. Dari Rp8.192 pada 2024 menjadi Rp10.496 pada 2025, naik Rp2.304 atau sekitar 28%.

Kebijakan ini mengacu pada Pasal 40 ayat (6) dan (7) UU Nomor 1 Tahun 2022, yang memberi kewenangan kepala daerah untuk menetapkan NJOP sebagai dasar perhitungan PBB. Meski secara hukum sah, tanpa sosialisasi yang memadai kenaikan signifikan seperti ini rawan memicu penolakan dari masyarakat.

“Kesabaran rakyat ada batasnya. Pemerintah daerah harus bijak, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih,” kata Legislator dari Dapil III itu.

Klarifikasi Bapenda Purwakarta Terkait Isu Kenaikan PBB

Menanggapi keresahan warga terkait isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Purwakarta, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Purwakarta, Aep Durohman, melalui Kepala Bidang Penetapan dan Pengolahan Data, Krisubanuk, menyampaikan klarifikasi berdasarkan data dan peraturan yang berlaku.

Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi dasar penjelasan Bapenda: Pertama, Ia memastikan bahwa tidak ada kenaikan Pajak PBB-P2 di tahun 2025. Pasalnya, penetapan PBB-P2 untuk tahun 2025 mengacu pada Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku.

“Besaran pajak yang terutang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti Luas Bumi, Luas Bangunan, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dan tarif pajak. Jika terjadi kenaikan, hal tersebut disebabkan oleh perubahan elemen-elemen perpajakan yang valid, seperti penambahan luas bumi atau bangunan dan/atau pemecahan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT),” ujar Krisubanuk.

Kemudian ada kebijakan stimulus dan batas pembayaran minimum yang terjangkau. Pemerintah Kabupaten Purwakarta mengeluarkan kebijakan stimulus PBB-P2 untuk meringankan beban masyarakat.

“Stimulus ini berdasarkan Perbup No. 28 Tahun 2024 dan Keputusan Bupati Tahun 2025. Meskipun ada kenaikan NJOP dan tarif, diberikan stimulus 100% dari jumlah kenaikan sehingga tidak ada kenaikan PBB yang dirasakan masyarakat. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kemampuan bayar masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa batas minimum pembayaran PBB di Purwakarta relatif lebih rendah dibandingkan daerah tetangga, seperti Kabupaten Subang yang memiliki batas pembayaran minimum sebesar Rp20.000.

Selain itu, Bapenda Purwakarta juga belum menemukan Data SPPT yang Relevan. Bapenda telah menelusuri Nomor Objek Pajak (NOP) yang disebutkan dalam pemberitaan media. Hingga saat ini, belum ditemukan data NOP yang memiliki total pembayaran sesuai dengan contoh yang diberikan oleh media.

“Bapenda juga mempersilakan pihak-pihak terkait untuk berkoordinasi langsung guna memastikan data SPPT yang benar,” ujarnya.

Menurut Krisubanuk, dengan adanya landasan hukum yang kuat dan kebijakan stimulus yang bertujuan meringankan beban masyarakat, Bapenda Purwakarta meyakinkan bahwa kebijakan PBB di Purwakarta rasional dan sesuai dengan kemampuan rakyat.

“Bapenda juga membuka diri untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait guna memastikan data yang akurat dan memberikan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat,” ujarnya.

Memahami Perbedaan Perda dan Perbup PBB di Purwakarta

Belakangan ini, muncul juga pertanyaan mengenai perbedaan aturan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Purwakarta. Perbedaan ini terlihat antara Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup), yang membuat sebagian masyarakat bertanya-tanya tentang dasar hukum yang sebenarnya berlaku.

Perbedaan utama terletak pada besaran tarif PBB untuk properti atau objek pajak yang Nilai Jual Objek Pajaknya (NJOP) mencapai Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) yaitu: Perda Nomor 3 Tahun 2013: menetapkan tarif sebesar 0,1%, sementara Perbup Nomor 25 Tahun 2024: menetapkan tarif sedikit lebih tinggi, yaitu 0,15%.

Menanggapi hal ini, Pria yang kerap disapa Kang Banu itu menjelaskan bahwa Perbup Nomor 25 Tahun 2024, khususnya pasal 6 poin 2, memiliki dasar hukum yang kuat. Dasar hukum tersebut adalah Perda Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Menurutnya, Perda Nomor 15 Tahun 2023 inilah yang menjadi acuan hukum yang berlaku saat ini. Perda ini dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dengan kata lain, Perda ini menggantikan aturan-aturan sebelumnya, termasuk Perda yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Pasal 9 dalam Perda Nomor 15 Tahun 2023 mengatur tarif PBB-P2 sebagai berikut: Untuk lahan pertanian dan peternakan: tarifnya 0,1%. Untuk objek pajak dengan NJOP sampai Rp1.000.000.000: tarifnya 0,15%. Dan untuk objek pajak dengan NJOP di atas Rp1.000.000.000: tarifnya 0,2%.

“Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Perbup Nomor 25 Tahun 2024 pasal 6 poin 2, yang menetapkan tarif 0,15% untuk objek pajak dengan NJOP hingga Rp1 miliar, memiliki dasar hukum yang sah, yaitu Perda Nomor 15 Tahun 2023 pasal 9. Perda ini sendiri merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022,” kata Kang Banu.

Ia juga menegaskan, baik Perda maupun Perbup ini berada dalam batas yang diizinkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, yang menetapkan bahwa tarif PBB-P2 maksimal adalah 0,5%. Tarif yang berlaku di Purwakarta (0,1%, 0,15%, dan 0,2%) masih jauh di bawah batas tersebut.

“Untuk para wajib pajak, khususnya di Kabupaten Purwakarta, diharapkan dapat memahami bahwa tarif PBB-P2 yang berlaku saat ini mengikuti aturan yang tertulis dalam Perda Nomor 15 Tahun 2023. Pemerintah Kabupaten Purwakarta juga akan terus memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami kepada masyarakat mengenai perubahan aturan dan tarif PBB-P2. Tujuannya adalah agar tidak ada kebingungan dan semua warga dapat memahami hak dan kewajibannya dengan baik,” demikian Kang Banu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *