Jurang Kemiskinan Kian Dalam?

©Hak cipta gambar diatas dikembalikan seluruhnya kepada pemilik gambar.

Meskipun angka kemiskinan di Kabupaten Purwakarta menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, namun di balik data statistik tersebut terdapat kenyataan yang lebih kompleks.

Selama beberapa tahun terakhir, meski persentase penduduk miskin menurun, indikator kemiskinan lainnya justru mengungkapkan fakta yang lebih mengkhawatirkan: ketimpangan pendapatan semakin tajam, dan tingkat keparahan kemiskinan semakin dalam.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024 jumlah penduduk miskin di Purwakarta tercatat sebanyak 81,44 ribu jiwa, atau 8,41 persen dari total populasi. Berikut adalah perkembangan garis kemiskinan, jumlah penduduk miskin, dan persentase kemiskinan selama beberapa tahun terakhir:

Meskipun jumlah penduduk miskin menurun, dua indikator penting yang mengukur kedalaman dan keparahan kemiskinan menunjukkan gambaran yang lebih gelap. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index) mengukur sejauh mana pendapatan penduduk miskin berada di bawah garis kemiskinan. Pada 2024, indeks ini berada pada 1,37, menunjukkan bahwa penduduk miskin di Purwakarta masih sangat jauh dari garis kemiskinan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan 0,87 yang tercatat pada 2018.

Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index), yang menunjukkan tingkat ketimpangan antara penduduk miskin, juga mengalami peningkatan. Pada 2024, indeks ini tercatat 0,35, menunjukkan bahwa ketimpangan antar penduduk miskin semakin dalam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Meskipun angka kemiskinan secara keseluruhan menurun, statistik lainnya seperti Gini Rasio—yang mengukur ketimpangan pendapatan—menunjukkan bahwa kesenjangan sosial-ekonomi semakin melebar. Pada 2024, Gini Rasio Purwakarta tercatat 0,398, yang hampir mencapai angka tertinggi sejak 2016.

Peningkatan ketimpangan ini mengindikasikan bahwa meski ada penurunan jumlah orang miskin, mereka yang berada dalam kelompok miskin masih sangat tertinggal dibandingkan dengan kelompok lainnya.

“Pemulihan yang tidak merata menjadi tantangan terbesar. Jika kebijakan pemulihan ekonomi hanya fokus pada angka kemiskinan secara global, tanpa memperhatikan kedalaman dan keparahan kemiskinan, kita akan terus menghadapi masalah sosial yang lebih besar,” ujar Usep Solihin aktivis sosial Purwakarta.

Meskipun telah ada berbagai upaya dari pemerintah untuk mengurangi kemiskinan, datag menunjukkan bahwa kelompok yang paling miskin dan rentan masih tertinggal jauh. Pendekatan yang lebih inklusif dan berkeadilan dibutuhkan untuk memastikan bahwa pemulihan ekonomi pasca-pandemi benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling membutuhkan.

Pemerintah daerah Purwakarta diminta untuk mengintervensi kebijakan yang lebih terfokus pada kelompok paling miskin dan mengurangi ketimpangan yang semakin lebar. Kebijakan yang hanya mengandalkan penurunan angka kemiskinan tanpa memperhatikan dampak sosial yang lebih dalam hanya akan memperburuk keadaan dalam jangka panjang.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *