Sentra kerajinan keramik Plered, Purwakarta, Jawa Barat, yang pernah terkenal hingga mancanegara, kini menghadapi krisis yang mengancam kelangsungannya.
Ekspor, sebagai sumber utama pendapatan para pengrajin, terhenti akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang diberlakukan sejak era Trump. Para pengrajin, yang selama ini menggantungkan hidup dari industri ini, kini terancam kelaparan dan kebangkrutan.
Eman Sulaeman, seorang pengrajin senior berusia 55 tahun, merasakan dampaknya secara langsung. Pesanan dari Amerika Serikat, yang biasanya datang tiga kali setahun, kini telah hilang.
“Dulu kami mengirim tiga kontainer per tahun, menghasilkan pendapatan Rp500-600 juta,” kenangnya dengan nada pilu, kata Eman, kepada awak media, Jumat (25/4/2025).
Sekarang, pendapatan itu telah lenyap. Kehilangan potensi penghasilan setengah miliar rupiah setahun merupakan pukulan telak, terutama bagi Eman yang tadinya optimis akan masa depan.
“Saya berharap bisa mengirim sepuluh kontainer, malah kehilangan tiga,” ujarnya penuh penyesalan. Vas bunga keramik, produk andalannya, kini hanya menjadi saksi bisu kehancuran usahanya, teronggok di tokonya di Jalan Raya Anjun No 53B, Plered.
Eman menduga, kebijakan tarif impor AS yang memberatkan adalah penyebab utama krisis ini. Ia dan rekan-rekannya hanya bisa berharap munculnya solusi dalam tiga bulan ke depan. Untuk bertahan hidup, mereka mengalihkan sebagian besar produksi ke pasar lokal. “Sekarang 70% produksi untuk pasar lokal, sisanya untuk ekspor ke Eropa,” jelasnya.
Namun, pasar lokal tidak mampu menyerap semua produksi, sehingga kerugian tetap membayangi. Kondisi ini berdampak sangat buruk pada para pekerja; salah satu kelompok kerja terpaksa mengurangi jumlah pekerjanya dari 20 menjadi 7 orang karena kurangnya pesanan.
Sementara, Mumun Maemunah, Kepala UPTD Litbang Keramik Plered, menggambarkan betapa hancurnya industri ini. Pada tahun 2024, para pengrajin bisa mengekspor 15 kontainer, termasuk sekitar enam kontainer ke AS.
Namun, hingga April 2025, hanya dua kontainer yang berhasil diekspor, dan itu pun bukan ke AS. Mumun menjelaskan bahwa kebijakan impor AS yang baru telah melumpuhkan para pembeli, sehingga barang jadi menumpuk dan kerugian membengkak.
Pemerintah Kabupaten Purwakarta sedang berupaya mencari solusi, berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar aspirasi para pengrajin didengar dan solusi kongkrit diberikan.
Namun, jika situasi ini berlanjut, industri keramik Plered yang pernah berjaya akan hancur. Para pengrajin berharap pemerintah pusat bertindak cepat untuk menyelamatkan mereka, agar dapat kembali menghidupi keluarga dan melestarikan warisan kerajinan keramik Plered yang berharga.