Wakil Bupati Purwakarta Pindah Partai Usai Pilkada, Etika Politik Terhadap Partai Pengusung Disoal

Wawan Dahlan (tengah)/taktis.co

Keputusan Wakil Bupati Purwakarta terpilih, Abang Ijo Hapidin, untuk bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) setelah diusung Partai Demokrat dalam Pilkada 2024, telah memicu kontroversi. Abang Ijo, kini menjabat sebagai Ketua DPW PSI Jawa Barat.

Ketua PAC Partai Demokrat Kecamatan Wanayasa, Wawan Dahlan mengecam langkah politik yang dilakukan oleh Wakil Bupati Purwakarta itu. Menurutnya politik yang berintegritas membutuhkan landasan etika yang kuat.

“Tanpa etika, politik rentan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, merusak kepercayaan publik. Saya anggap langkah yang bersangkutan sangat tidak beretika, belum apa-apa sudah loncat-loncat dimana komitmennya terhadap partai pengusung,” ujar Wawan kepada wartawan, Kamis (3/4/2025).

Kata Wawan, etika dalam berpolitik sangat penting untuk membangun kepercayaan, menghindari korupsi, mempromosikan keadilan, membangun citra negara, dan menginspirasi generasi muda. “Jangan sampai, kurangnya etika dalam berpolitik dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan antara pemimpin dan rakyat, kurangnya etika dapat menyebabkan korupsi,” kata Wawan.

Sementara, Pengamat Sosial Politik di Purwakarta, Agus M. Yasin, menilai tindakan Abang Ijo sebagai pelanggaran etika politik yang serius. “Langkah ini bukan hanya melanggar etika, tetapi juga mengkhianati kepercayaan publik dan melemahkan fondasi demokrasi,” kata Agus.

Menurut Agus, partai politik memainkan peran krusial dalam Pilkada. Mereka berinvestasi dalam kaderisasi, strategi, dan sumber daya untuk mendukung calon yang diyakini kompeten. Dukungan ini meliputi aspek materi, logistik, kepercayaan, dan komitmen politik. “Perpindahan wabup dari partai demokrat yang mengusungnya ke partai lain menunjukkan pelanggaran kepercayaan yang serius,” tegasnya.

Agus menekankan pentingnya konsistensi dan loyalitas seorang wakil bupati terhadap partai pengusung, setidaknya selama masa jabatan. Keputusan Abang Ijo, menurutnya, mencerminkan pragmatisme dan oportunisme yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan publik dan komitmen politik.

Peristiwa ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap partai politik dan sistem demokrasi. Publik akan semakin skeptis dan sulit mempercayai janji-janji politik. Potensi ketidakstabilan pemerintahan daerah dan konflik internal juga menjadi kekhawatiran.

Untuk mencegah kejadian serupa, Agus menyarankan peningkatan kualitas kaderisasi partai, penguatan regulasi dan sanksi terhadap pelanggaran etika, serta peningkatan kesadaran publik akan pentingnya etika politik. “Tanpa komitmen bersama, demokrasi Indonesia akan terus terancam oleh praktik politik pragmatis yang merugikan publik,” tutup Kang Agus.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *