Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein baru saja menerbitkan Surat Edaran tentang Gerakan Ngosrek Bareng. Warga diajak turun ke jalan, membersihkan lingkungan, dan menunjukkan kepedulian terhadap kebersihan. Gagasan yang terdengar bagus. Tapi, seberapa efektif?
Masalah kebersihan bukan sekadar soal sapu dan serokan. Kalau pemerintah serius ingin Purwakarta bersih, kenapa tidak mulai dari tempat yang lebih mendesak yaitu birokrasi?
Coba pikirkan. Jika sistem pengelolaan sampah sudah tertata, anggaran kebersihan digunakan sebagaimana mestinya, dan tenaga kebersihan bekerja dengan fasilitas yang layak, apakah warga masih perlu turun ke jalan hanya demi memastikan lingkungan tetap bersih?
Bersih-bersih itu bukan sekadar urusan gotong royong. Ini soal sistem yang bekerja atau tidak. Jika birokrasi bersih, kebersihan kota akan menjadi rutinitas, bukan agenda khusus yang perlu digaungkan dengan seremoni dan edaran.
Begitupula dengan persoalan lain seperti kemiskinan, pengangguran, stunting, maupun banjir. Jika birokrasi bersih sistem akan bekerja sendiri memproduksi kebijakan-kebijakan terbaik untuk menyelesaikan masalah.
Tapi jika birokrasi kotor persoalan-persoalan itu akan jadi masalah yang tak kunjung selesai. Perijinan bangunan akan asal-asal, bantuan sosial tidak akan tepat sasaran, lowongan kerja akan banyak pungli dan percaloan, pembangunan infrastruktur akan banyak bancakan
Seperti yang pernah dikatakan Max Weber, “Birokrasi seharusnya bekerja dengan prinsip efisiensi dan kepastian hukum.” Artinya, pemerintah yang baik bukan sekadar mengajak masyarakat turun tangan, tapi memastikan sistem bekerja dengan sendirinya, tanpa harus terus didorong dari luar.
Kalau mau Purwakarta benar-benar bersih, mulailah dari yang paling kotor: Ngosrek birokrasi dulu, baru ngosrek jalanan!
Agus Sanusi
Penulis adalah Direktur Eksekutif pada Kerja Bareng.
