Puluhan Petani di Bojong Terancam Kehilangan Mata Pencaharian

Petani di Desa Cileunca, Kecamatan Bojong, Purwakarta/taktis.co

taktis.co – Sebanyak 20 petani hortikultura yang tergabung dalam Kelompok Taruna Tani Agro Muda Visioner di Desa Cileunca, Kecamatan Bojong, Purwakarta terancam kehilangan mata pencahariannya. Pasalnya, pemilik lahan yang mereka garap sejak tahun 2020 lalu itu mendadak menaikan harga sewa tanah garapan.

“Perwakilan dari PT. Bintang Hydro Mandiri selaku pemilik tanah dengan harga yang terbilang tidak masuk akal dan membebani petani. Dan jika kami tidak setuju dengan harga yang ditentukan pemilik lahan, kami diminta untuk mengosongkan lahan tersebut. Ini jelas mengancam mata pencaharian kami,” ujar Ketua Kelompok Taruna Tani Agro Muda Visioner Desa Cileunca, Fahad Riyadi kepada awak media, Sabtu 15 Maret 2025.

Fahad juga mengungkapkan bahwa ia dan para petani lainnya berharap pemerintah dapat mencarikan solusi terhadap permasalahan para petani di wilayah tersebut. Para petani juga menyampaikan keberatan atas nilai sewa yang diajukan oleh pihak pemilik lahan karena dinilai terlalu tinggi dan dapat membebani keberlanjutan usaha pertanian.

Menurutnya, jika harga sewa lahan terlalu tinggi akan berdampak pada ekonomi petani, dan jika harga sewa yang tinggi tetap diberlakukan, yang berpotensi menyebabkan petani kesulitan dalam berproduksi.

“Kami berharap pemerintah dapat mempasilitasu petani untuk mencari alternatif nilai sewa yang lebih terjangkau agar tetap dapat mengolah lahan tanpa mengalami kerugian yang signifikan,” kata Fahad.

Fahad juga menjelaskan, para petani telah sepakat untuk tidak menyanggupi harga sewa lahan sebesar Rp 6 juta per hektare karena dinilai terlalu berat. “Kami mengusulkan harga sewa paling tinggi sebesar Rp 1 juta perhektar seperti tahun-tahun sebelumya, sesuai dengan nilai pajak tanah PT. Bintang Hydro Mandiri per tahunnya,” ujar Fahad.

Ada Oknum Pengutip Sewa Tanah?

Fahad juga mengungkapkan, tahun-tahun sebelumnya, para petani diminta harga sewa yang variatif dikisaran Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Karena tiap petani menggarap lahan dengan luas yang tidak sama. Ada yang 5 patok ada yangg 10 patok atau lebih.

“Namun, terkesan hanya dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan pemilik lahan. Usut punya usut, uang yang dipungut oleh oknum tersebut diduga tidak pernah sampai ke pihak perusahaan pemilik tanah,” beber Fahad.

Berdasarkan hasil musyawarah, para petani juga mengajukan permohonan negosiasi lanjutan antara pihak petani dan pemilik lahan untuk mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan. “Kami juga meminta agar negosiasi dilakukan dengan sepengetahuan dan keterlibatan pihak pemerintahan guna memastikan adanya mediasi yang seimbang,” ujarnya.

Untuk diketahui, tanah dengan luas sekitar 11 hektar di Desa Cileunda dimiliki oleh PT. Bintang Hydro Mandiri dengan nilai pajak sekitar Rp 4,9 pertahun. Sementara, tanah yang digarap para petani hanya sekitar 5 hektar, dengan lahan yang digarap seluas itu, pemilik lahan meminta para petani membayar sewa lahan sebesar Rp 30 juta pertahun. Sementara kesanggupan para petani hanya diangka Rp 5 juta pertahun atau sekitar Rp 1 juta pertahun, setiap hektarnya.

Hingga naskah ini ditulis, belum diperoleh keterangan resmi dari pemilik lahan, dalam hal ini PT. Bintang Hydro Mandiri.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *