Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Purwakarta menyampaikan pandangan umum terkait dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dalam Rapat Paripurna DPRD Purwakarta, Senin, 28 Juli 2025.
Raperda tersebut meliputi Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 dan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah kepada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (Bank BJB).
“Fraksi PKB menyetujui pembahasan lebih lanjut kedua Raperda, namun dengan catatan dan syarat-syarat evaluatif yang harus dipenuhi. Kami juga mendesak reorientasi postur anggaran agar lebih berpihak kepada rakyat,” kata Anggota Fraksi PKB DPRD Purwakarta, Agus Mahardika saat membacakan pandangan umum fraksi.
Fraksi PKB juga menuntut keterbukaan total dalam pengelolaan penyertaan modal, dan mendorong pelibatan masyarakat sipil dalam pengawasan. Fraksi PKB menekankan pentingnya anggaran yang adil, proporsional, dan berpihak pada rakyat kecil. PKB juga menyampaikan sejumlah catatan kritis dan rekomendasi yang bertujuan untuk memastikan alokasi anggaran yang adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat.
Pertama soal Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025. Fraksi PKB mencatat beberapa poin penting terkait Raperda Perubahan APBD 2025:
1. Kenaikan PAD yang Tidak Diiringi Reformasi Pajak yang Adil: Walaupun terdapat kenaikan signifikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Fraksi PKB menyoroti kurangnya informasi mengenai reformasi perpajakan yang berorientasi pada keadilan, progresivitas, dan transparansi. Minimnya detail mengenai upaya penguatan sistem digital, seperti tapping box, dan evaluasi kontribusi sektor usaha besar dibandingkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menimbulkan kekhawatiran akan beban yang tidak merata bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat bawah.
2. Ketidakseimbangan Belanja Modal dan Belanja Sosial: Kenaikan tajam belanja modal yang diiringi pemangkasan drastis belanja bantuan sosial dinilai sebagai anomali. Hal ini dianggap mengabaikan prinsip fiqh anggaran yang memprioritaskan perlindungan jiwa (hifẓ al-nafs) bagi kelompok rentan, seperti anak yatim, lansia miskin, dan warga terdampak krisis.
3. Pemotongan Belanja Tak Terduga yang Berisiko: Pemotongan signifikan belanja tak terduga (BTT) dinilai tidak bijaksana, mengingat potensi bencana alam, krisis pangan, dan dampak perubahan iklim. Fraksi PKB menekankan pentingnya kesiapsiagaan fiskal sebagai wujud akhlak kepemimpinan publik.
4. Kenaikan Belanja Pegawai tanpa Kinerja Terukur: Kenaikan belanja pegawai tanpa diiringi peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan dasar menimbulkan ketidakseimbangan. Fraksi PKB mendorong agar alokasi belanja pegawai terukur dan proporsional, serta memperhatikan kesejahteraan guru honorer, tenaga kesehatan, dan petugas lapangan.
5. Kesalahsinkronan Asuansi Makro dan Postur Belanja: Target pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan dalam nota keuangan tidak sejalan dengan pengurangan drastis belanja bantuan langsung dan jaminan sosial. Hal ini menunjukkan kesenjangan antara narasi makro dan postur fiskal.
6. SILPA Tinggi sebagai Indikator Inefisiensi: SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) yang tinggi mencerminkan rendahnya kapasitas serapan anggaran dan ineefisiensi dalam pengelolaan keuangan daerah.
7. Kurangnya Dukungan untuk Pesantren dan Madrasah: Minimnya alokasi anggaran untuk pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan Islam disayangkan Fraksi PKB, mengingat peran penting lembaga-lembaga tersebut dalam pembangunan karakter dan moderasi beragama.
Kedua soal Raperda Penyertaan Modal Pemerintah Daerah ke Bank BJB. Fraksi PKB menyampaikan beberapa catatan kritis terhadap Raperda Penyertaan Modal ke Bank BJB:
1. Kurangnya Transparansi dan Analisis Kelayakan Ekonomi: Minimnya dokumen resmi yang menjelaskan estimasi return on investment (ROI), tren historis dividen, dan analisis kelayakan ekonomi investasi menimbulkan keraguan akan manfaat penyertaan modal bagi publik.
2. Ketiadaan Evaluasi Penyertaan Modal Sebelumnya: Fraksi PKB menyayangkan ketiadaan audit kinerja atas penyertaan modal sebelumnya, yang berpotensi mengulangi kesalahan fiskal.
3. Perlu Keterlibatan Masyarakat Sipil dalam Pengawasan: Fraksi PKB mendorong agar dilibatkannya masyarakat sipil dan DPRD dalam pengawasan kinerja Bank BJB pasca penyertaan modal.
4. Komitmen untuk UMKM dan Pesantrenpreneur: Penyertaan modal harus diiringi komitmen Bank BJB untuk memberikan porsi pembiayaan khusus bagi UMKM lokal, koperasi santri, petani kecil, dan pesantrenpreneur.