taktis.co – Masa kepemimpinan Saepul Bahri Binzein dan Abang Ijo Hapidin sebagai Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta belum lagi genap berusia 30 hari. Namun dalam tatakelola pemerintahan sudah tercium aroma persaingan. Keduanya, seolah nampak tengah balapan menuju garis pecah kongsi?
Pengamat Kebijakan Publik di Purwakarta, Agus Yasin mengatakan, keduanya kerap memperlihatkan adegan-adegan lucu namun tak menghibur hingga adegan-adegan yang memicu kegaduhan publik. Hal itu dipertontonkan dengan jelas dilaman-laman media sosial yang tersebar dengan cepat.
“Entah itu bentuk konsolidasi kekuasaan di lingkungan birokrasi atau sebagai strategi menjaga keseimbangan politik internal. Namun, bisa juga ini mencerminkan hubungan antara Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta yang tidak harmonis,” kata Agus Yasin, kepada awak media, Rabu 12 Maret 2025.
Menurutnya, selain soal Wakil Bupati Purwakarta Abang Ijo Hapidin yang mengelola sendiri layanan aduan Lapor Bang Wabup dan soal kepengurusan PKK ada banyak hal lainnya yang mengindikasikan ketidakharmonisan keduanya.
“Publik juga disuguhkan saat Bupati dengan Wakil Bupati turun ke masyarakat, seperti duplikasi pada saat kampanye dulu. Padahal setelah menjabat, ada aturan yang membagi kewenangan antara keduanya dalam jabatan. Kalau dianalogikan, jangan-jangan drama persaingan 2029 sudah dimulai dari sekarang,” ujarnya.
Pembagian Kewenangan antara Bupati dan Wakil Bupati
Padahal, pembagian kewenangan antara bupati dan wakil bupati sudah diatur dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan. Selain ada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda beserta perubahannya dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
“Dalam peraturan perundangan tersebut sudah diatur dengan jelas tugas dan wewenang bupati dan wakil bupati. Pembagian kewenangan yang jelas diantara keduanya bertujuan untuk menciptakan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien. Dan dengan memahami tugas dan wewenang masing-masing, diharapkan keduanya dapat bekerja sama secara optimal untuk kemajuan daerah,” beber Kang Agus.
Menurutnya, hal diatas bisa terjadi karena birokrasi juga tidak ada yang berani memberikan masukan, di tengah masa transisi nasibnya masing-masing dalam jabatan.
“Tapi, bisa ya atau tidak, yang jelas pertunjukan itu bagi kalangan birokrasi cukup antusias untuk dituruti dan dipatuhi. Namun, bagi sebagian publik timbul pertanyaan. Peran apa yang dikisahkan dan kisah apa yang diperankan, oleh kedua pemimpin pilihan rakyat itu?” kata Kang Agus.
Hal menarik lainnya, lanjut Kang Agus, overlapnya wakil bupati dalam merespon urusan tertentu. “Secara semangat memang baik, akan tetapi baik itu sendiri bukan berarti benar. Sebab selain menabrak rambu, juga memicu kegaduhan yang secara kausalitas akan sedikit mengganggu pula pada iklim investasi, khususnya dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan perusahaan,” kata Agus.
Oleh karena itu, agar tidak terkesan miskin pemahaman serta terkesan saling-silang. “Bisa saja, dalam tugas dan tanggung jawab antara Bupati dan Wakil Bupati, perlu adanya produk hukum daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur pembagian kewenangan antara Bupati dan Wakil Bupati,” demikian Agus Yasin.***

