DPRD Purwakarta Ditantang Kurangi Kenyamanan Elit di Tengah Pemangkasan TKD 300 Miliar, Punya Nyali Gak?

Rapat di Gedung DPRD Purwakarta/Net.

Pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp 300 Miliar atau 24,59 persen dipastikan akan membuat APBD Purwakarta 2026 menghadapi tekanan berat. Pengurangan dana ini berpotensi menghambat program pembangunan, menurunkan kualitas layanan publik, bahkan memunculkan ancaman utang daerah.

Pengamat kebijakan publik, Agus Yasin, menilai kondisi ini harus menjadi alarm keras bagi DPRD Purwakarta sebagai lembaga yang memegang hak budgeting dan pengawasan.

“Pertanyaannya sekarang, beranikah DPRD mendorong evaluasi terhadap Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN? Karena Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2024 memberi ruang pejabat tinggi seperti Kepala Dinas bisa menerima TPP hingga Rp40 juta per bulan, sementara rakyat kecil masih kesulitan mengakses pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur dasar,” kata Agus Yasin, Sabtu, 4 Oktober 2025.

Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar teknis fiskal, tetapi juga menyangkut keadilan sosial. Ia menyoroti kontras antara besarnya tunjangan pejabat dengan kondisi nyata di lapangan.

“Angka kemiskinan kita masih 8,41% (atau 81,44 ribu jiwa), angka penganguran 7,34 persen, layanan kesehatan belum merata. Sementara pejabat bisa menikmati puluhan juta per bulan. Dalam situasi fiskal krisis, kebijakan TPP ini terasa dzolim di mata rakyat,” ujarnya.

Berdasarkan data Sistem Informasi Keuangan Daerah per September 2025, belanja pegawai Purwakarta telah mencapai Rp1,08 triliun dari total Rp2,62 triliun atau 41,3 persen APBD. Angka ini jauh melampaui batas maksimal 30 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Sementara itu, belanja modal untuk pembangunan hanya Rp140 miliar atau 5,3 persen.

Agus menegaskan, meski TPP ASN diatur melalui Perbup sehingga menjadi domain eksekutif, DPRD tidak bisa sekadar berkilah. “DPRD punya hak budgeting untuk menolak atau memangkas alokasi TPP dalam pembahasan RAPBD, dan punya hak pengawasan untuk memanggil TAPD, BPKAD, dan Bupati. Bahkan bisa mengeluarkan rekomendasi agar Perbup direvisi. Jadi tidak boleh bersembunyi di balik alasan ‘itu kewenangan eksekutif,” jelasnya.

Sebagai solusi, Agus mendorong DPRD mengambil langkah berani dengan melakukan moratorium atau penyesuaian TPP pejabat eselon tinggi, terutama Kepala Dinas, lalu mengalihkan sebagian anggarannya untuk layanan dasar. “Hanya dengan cara itu DPRD bisa membuktikan diri berpihak pada rakyat, bukan pada kenyamanan elit birokrasi,” demikian Agus Yasin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *