Opini  

Mengintip Dinamika Kekuasaan di Balik Kamera

©Hak cipta gambar diatas dikembalikan seluruhnya kepada pemilik gambar.

Di depan kamera, Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta tampak harmonis. Senyum merekah, pidato saling melengkapi, menciptakan citra kepemimpinan yang solid.

Namun, di balik layar, realitasnya jauh lebih rumit. Suara-suara kritis, terutama dari kalangan pendukung Wakil Bupati, mulai bergema, mengungkap keretakan di balik fasad kekompakan tersebut.

Kasus Azumy menjadi titik awal perpecahan. Respon cepat Wakil Bupati saat masalah mencuat justru berujung protes ketika Bupati mengambil alih penanganan.

Ironisnya, langkah Bupati yang seharusnya memperkuat sinergi pemerintahan, malah diinterpretasikan sebagai perebutan kuasa. Pertanyaan pun muncul: apakah protes tersebut murni untuk kepentingan rakyat, atau ada agenda tersembunyi di baliknya?

Kejanggalan serupa terulang dalam kasus parkir liar di Cirata. Penangkapan pelaku oleh Wakil Bupati kemudian diakhiri dengan pembebasan yang diinisiasi Bupati. Komentar pedas bermunculan, mempertanyakan konsistensi penegakan hukum dan menimbulkan spekulasi mengenai intervensi kekuasaan.

Situasi semakin memanas dengan munculnya pernyataan-pernyataan yang menyoroti peran masing-masing pemimpin dalam kemenangan Pilkada lalu. Ungkapan seperti, “Pilkada kemarin kalau bukan karena Ijo, Zeinjo itu kalah,” menunjukkan adanya klaim atas kontribusi dan menciptakan perpecahan antar pendukung. Relawan Wakil Bupati bahkan terlihat membully pendukung Bupati, seakan menegaskan siapa yang lebih berjasa.

Puncaknya adalah beredarnya foto Wakil Bupati bersama salah satu kritikus vokal Bupati. Foto yang mungkin tampak biasa bagi sebagian orang, namun bagi banyak yang lain, memperkuat dugaan adanya restu atau setidaknya pembiaran dari Wakil Bupati terhadap serangan-serangan tersebut.

Ketidakmampuan Wakil Bupati mengendalikan relawannya, atau kepasifan dalam memberikan arahan yang jelas, mengkhawatirkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kesehatan komunikasi dan koordinasi pemerintahan di Purwakarta.

Jika ketegangan terus dibiarkan, masyarakatlah yang akan menjadi korban. Politik lokal memang sarat intrik, namun ketidakjelasan yang berlarut-larut dapat mengganggu stabilitas dan kesejahteraan masyarakat. Harmoni di depan kamera harus diimbangi dengan sinergi dan komunikasi yang efektif di lapangan.

Risky Widya Tama

Penulis adalah aktivis pada Lembaga Kajian Publik Analitika Purwakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *