Pada tanggal 20 Februari 2025 lalu, Om Zein resmi dilantik sebagai Bupati, sementara Abang Ijo menjabat sebagai Wakil Bupati di daerah yang sama. Kehadiran kedua tokoh ini semula dianggap sebagai simbol kekuatan politik yang solid dalam menjalankan pemerintahan lokal.
Koalisi yang dibangun dengan janji kesejahteraan dan perubahan untuk masyarakat, seharusnya menjadi harapan besar bagi banyak pihak. Namun, hanya dalam hitungan pekan setelah pelantikan, isu keretakan koalisi sudah mulai mencuat, menandakan bahwa jalinan kerja sama ini mengalami ketegangan yang signifikan.
Isu yang beredar menyebutkan bahwa ketegangan antara Om Zein dan Abang Ijo mulai muncul ketika terdapat perbedaan pandangan dalam kebijakan-kebijakan strategis yang diambil. Om Zein, yang memegang tampuk kepemimpinan sebagai Bupati, ingin lebih fokus pada pembangunan infrastruktur besar.
Sementara Abang Ijo, dengan latar belakangnya yang lebih berfokus pada pemberdayaan ekonomi lokal, merasa kebijakan tersebut tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang lebih mengutamakan kesejahteraan langsung. Perbedaan ini bukan hanya soal pandangan, melainkan soal bagaimana masing-masing pihak ingin mengelola kekuasaan di pemerintahan.
Koalisi yang retak ini juga tidak terlepas dari dinamika internal partai yang mengusung keduanya. Menurut Profesor Suryanto, seorang ahli politik lokal dari Universitas X, ketegangan dalam koalisi semacam ini sering kali dipicu oleh konflik kepentingan yang tidak bisa diselesaikan dengan baik.
“Dalam koalisi pemerintahan daerah, sering kali kita menemukan bahwa perbedaan strategi antara kepala daerah dan wakilnya berakar dari kepentingan politik yang berbeda, baik itu terkait dengan dukungan partai ataupun visi politik masing-masing individu,” tulis Suryanto dalam tulisannya di Jurnal Politik Daerah.
Apabila perpecahan ini tidak segera diatasi, tentu dampaknya akan terasa bagi masyarakat yang mengharapkan perubahan nyata dari pemerintahan baru ini. Pemerintah yang terpecah belah akan kesulitan dalam merumuskan kebijakan yang efektif dan terarah, yang pada akhirnya bisa berdampak pada pelayanan publik yang buruk.
Sementara, menurut Dr. Arif Hidayat, seorang pakar tata kelola pemerintahan dari Universitas Y. Koalisi yang retak akan menciptakan ketidakstabilan dalam administrasi pemerintahan, yang dapat memperlambat implementasi kebijakan-kebijakan penting bagi pembangunan daerah.
Namun, meskipun koalisi mereka sedang diuji, ini juga bisa menjadi momentum bagi keduanya untuk melakukan evaluasi dan introspeksi.
Kedua pemimpin ini, baik Om Zein maupun Abang Ijo, harus menyadari bahwa meskipun masing-masing memiliki visi yang berbeda, tujuan akhir mereka adalah sama: untuk mensejahterakan rakyat.
Jika kedua pihak dapat menemukan titik temu dan saling menghargai perbedaan tersebut, maka koalisi ini masih memiliki potensi untuk memberikan manfaat besar bagi daerah.
Sebaliknya, jika perpecahan ini dibiarkan berkembang, maka bukan hanya mereka yang akan dirugikan, tetapi masyarakat yang diharapkan mendapatkan perubahan justru akan merasakan kekecewaan yang mendalam.
Dalam politik daerah, dinamika semacam ini memang bukan hal yang asing. Namun, hal ini juga menjadi bukti bahwa kekuatan politik yang tampak solid pada awalnya bisa terancam runtuh jika tidak dikelola dengan bijak. Koalisi Om Zein dan Abang Ijo akan segera diuji dalam ujian besar ini; apakah mereka bisa menyatukan kembali visi mereka demi kepentingan rakyat atau justru terjerumus dalam konflik politik yang lebih dalam.
Yuslipar
Penulis adalah Koordinator Forum Komunikasi Jurnalis Purwakarta (Fokus JP).